Jumat, 07 April 2017

Biarkan Anak Anak itu Datang Kepada-Ku

Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk kedalamnya." Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka. (Markus 10:13-16) --- Kata “anak-anak" dan "anak kecil” dalam ayat ini diambil dari kata “infants” yang berarti balita atau bayi. Satu-satunya ciri khusus seorang bayi: ketidakberdayaan 'Bayi', sejauh yang bisa saya amati, hanya punya satu ciri khusus, dan ciri itu adalah sama sekali tidak berdaya. Seorang bayi adalah sosok yang 'sama sekali tidak berdaya'. Ia sama sekali tidak mampu melakukan apa-apa. Tidak dapat makan, tidak bisa berbicara, tak dapat mengekspresikan diri, sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa! Satu-satunya ciri bayi adalah ketidakberdayaannya, ketergantungannya yang total kepada orang tuanya di dalam segala bagian kehidupannya. Mereka yang tidak berdaya, yang lemah, bukan siapa-siapa, tidak memiliki kemampuan adalah yang akan mewarisi Kerajaan Tuhan Yesus katakan: "Berbahagialah," kata Yesus, saat dia memulai khotbah di bukit, siapa yang berbahagia? Orang-orang miskin di hadapan Allah, sebab merekalah yang empunya Kerajaan. Disanalah kita temukan sebuah persamaan. Anak-anak kecil memiliki Kerajaan. Orang-orang miskin memiliki Kerajaan. Apakah kesamaan antara anak-anak kecil dengan orang miskin? Pada dasarnya mereka sama-sama tidak berdaya. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk berbuat sesuatu bagi diri mereka. Orang miskin, sesuai dengan definisinya, adalah orang-orang yang tidak memiliki status, tidak memiliki kekuatan, tidak memiliki kemampuan untuk melakukan apa-apa di tengah masyarakat. Anda harus memiliki kekayaan dan kedudukan untuk bisa berbuat sesuatu. Jika Anda miskin, maka Anda tidak berdaya, Anda tidak bisa melindungi diri. Dan sekali lagi, di sini muncul - tepat di sini, di dalam ajaran Yesus ini - satu prinsip yang sangat jelas. Mereka yang tidak berdaya, yang bukan siapa-siapa, itulah yang akan mewarisi Kerajaan. Dengan kata lain, jika Anda merasa bahwa Anda orang penting, jika Anda merasa sangat berkuasa, jika Anda merasa menjadi orang yang berkedudukan, terpelajar, dan dengan demikian Anda bukan orang yang tidak berdaya, maka Kerajaan bukan untuk Anda. Kerajaan Allah diperuntukan kepada mereka yang menyadari bahwa secara rohani mereka tidak berdaya, yang menyadari bahwa mereka sepenuhnya bergantung kepada kemurahan Allah, pada kasih karunia Allah, mereka menyadari bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk menjamin apapun mengenai hidup mereka, apalagi dalam kekekalan. --- Sikap, dan bukan prestasilah, yang akan membawa kita masuk dalam rencana Allah. Kerajaan Allah tidak dibangun di atas dasar prestasi manusia, tetapi di dalam perkenanan Allah. Tidak ada di antara kita yang mampu menyelamatkan diri kita sendiri walau sebagian orang mengira bahwa mereka lebih cerdik daripada orang lain, bahwa mereka bisa akal-akalan dengan Allah, mereka bisa mencari jalan menuju keselamatan lewat usaha sendiri. Sama sekali tidak bisa! Kerajaan Allah hanya buat mereka yang menyadari bahwa mereka memang sepenuhnya tidak mampu, mereka tidak berdaya saat berhadapan dengan perkara rohani, seperti bayi-bayi yang menghadapi realita kehidupan. Kecerdasan dan prestasi Anda tidak akan membawa Anda masuk ke dalam Kerajaan Allah. Anda harus sampai pada kesadaran bahwa secara rohani atau dalam hal kehidupan rohani, Anda sepenuhnya tidak berdaya. Anda tidak bisa berbuat apa-apa bagi diri Anda, Anda tidak lebih berdaya daripada bayi. Inilah inti dari Kerajaan Allah: kasih karunia. Kasih karunia Allah adalah tempat kita bergantung sepenuhnya, bukan hanya pada saat kita pertama kali percaya, akan tetapi kita memerlukan kasih karunia-Nya yang memberi kekuatan itu untuk menjalani kehidupan iman kita setiap hari. Itu berarti bahwa kita benar-benar tidak berdaya. Karena jika kita punya daya, apakah kita memerlukan kasih karunia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar